Menjadi orang tua yang baik ternyata tidak sesudah yang kita bayangkan, karena memiliki banyak tugas dan tanggung jawab demi untuk kebaikan untuk orang tua dan anak – anaknya. Salah satu tugas kita sebagai orang tua adalah mendirikan anak – anak agar kelak mereka memiliki tingkah laku yang baik, sopan dan patuh mengikuti semua peraturan – peraturan yang ada seperti peraturan agama dan peraturan sosial. Namun pada kenyataannya sering kali kesabaran kita diuji manakala diperhadapkan pada tingkah laku anak – anak yang sudah kita anggap keterlaluan, yang dikeluhkan bagi banyak orang sebagai tingkah laku nakal. Lalu, mengapa anak – anak bisa nakal dan bagaimana cara orang tua mengatasi masalah kenakalan pada anak – anak.
Apa Itu Kenakalan Anak?
Kenakalan pada anak – anak dapat dikategorikan sebagai kenakalan semu dan kenakalan sebenarnya. Misalnya saja, seorang anak, kita asumsikan anak tersebut bernama Adi, berusia 3 tahun, senang membongkar – bongkar mainannya sampai rusak dan senang merebut atau mengambil mainan temannya. Bandingkan dengan masalah anak – anak berikut ini, kita asumsikan anak tersebut bernama Andi, berusia 10 tahun, suka merampas barang temannya sambil mengucapkan kata – kata kotor, bahkan bila keinginannya tidak terpenuhi maka Andi tidak segan – segan memukul temannya.
Jika membandingkan masalah anak – anak antara kelakuan Adi dengan perilaku Andi dapat kita simpulkan bahwa kenakalan yang dilakukan si Adi adalah bentuk kenakalan semu, karena bila melihat perkembangan anak pada usia kurang lebih 3 tahun terdapat rasa keingin tahuan yang besar atau tinggi, anak tersebut dapat dikatakan masih menjelajah dunia barunya, anak tersebut ingin mencoba kemampuannya,sehingga si Adi suka membongkar – bongkar barang mainannya lalu mengambil barang mainan milik temannya, tindakanyang dilakukan si Adi biasanya hanya ingin menyalurkan keingin tahuannya. Anak – anak seusia Adi biasanya belum ada konsep ini milik saya dan itu milikmu atau milik orang lain. Anak masih dipengaruhi ego yang besar yang alami. Di sinilah peranan orang tua dalam memberikan pengertian kepada anaknya misalnya dengan mengatakan misalnya ” yang ini punya Adi dan yang itu punya temanmu, kamu boleh meminjamnya tapi nanti dikembalikan, ya, nak!? “. Jadi, kenakalan semu dapat dikatakan sebagai kenakalan yang masih dalam batas – batas yang wajar.
Lain halnya dengan contoh kasus kedua, yaitu Andi. Dalam hal ini anak seusia Andi sudah mengetahui dengan baik prinsip – prinsip yang mendasari suatu aturan – aturan dalam kehidupan. Pada usia kurang lebih sepuluh tahun biasanya sudah mengenal konsep – konsep moralitas seperti kejujuran, hak milik, kesopanan dan lain sebagainya, sehingga pola tingkah laku yang dilakukan oleh Andi bersifat kenakalan sesungguhnya.
FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KENAKALAN ANAK
Faktor-faktor yang mempengaruhi kenakalan anak dapat ditinjau dari dua sudut perspektif yang berbeda, yaitu perspektif anak dan persppektif lingkungan sekitar anak.
A. PERSPEKTIF ANAK
1. Keadaan Anak
a. Fungsi Kognitif
Ditentukan oleh perkembangan fungsi Kognitifnya, yaitu bagaimana tingkat pemahaman anak tentang moral (pengertian tentang tingkah laku yang baik dan yang buruk).
Misalnya anak yang berusia 3 tahun dan mencuri uang ibunya, tingkah laku tersebut tidak bisa dikatakan sebagai tindakan mencuri, karena anak seusia kurang lebih 3 tahun belum memahami norma-norma yang berlaku tentang hak milik.
b. Taraf intelligensi
Anak yang memiliki intelligensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan teman-temannya sebayanya mungkin dianggap sebagai pengganggu di sekolah, yang menganggap pelajaran terlalu mudah dan guru menerangkan terlalu lambat. Anak sudah cepat mengerti keterangan gurunya sementara temannya yang lain masih harus mencerna pelajaran yang diberikan, akibatnya “‘sisa waktu yang ada” dipergunakan anak untuk berjalan mondar mandir, pindah duduk ke sana dan pindah duduk ke sini yang membuat ketidaknyamanan bagi kebanyakan teman – temannya.
Bandingkan juga dengan anak yang memiliki inteligensi yang rendah, bisa saja memperlihatkan tingkah laku yang “nakal”, misalnya mengganggu teman, suka membolos atau malas sekolah. Akan tetapi anak tersebut melakukannya karena ia kurang mengerti apa yang diterangkan gurunya. Pada anak yang intelligensinya yang rendah sering kali ditemui tingkah laku yang impulsif, yang cepat bertindak tanpa terlebih dahulu memikirkan untung dan ruginya, atau bahkan kurang peka terhadap bahaya di sekitarnya, di mana hal ini juga dijumpai pada anak – anak yang mengalami kerusakan otak sehingga menampilkan tingkah laku yarg ‘hyperactive”.
c. Kebutuhan Anak
Setiap anak memiliki kebutuhan yang bermaam-macam, misalnya kebutuhan akan rasa aman, kasih sayang, untuk diterima dan menerima, perhatian, tokoh yang ditiru, dihargai, dan lain sebagainya. Apabila kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak terpenuhi maka akan timbul gangguan emosi, antara lain berupa bentuk-bentuk kenakalan remaja seperti merokok, terlibat tawuran, bermain judionline dan lain – lain.
PERSPEKTIF KELUARGA
1. Orang Tua
Sikap orangtua yang terlalu memanjakan anak yang cenderung membenarkan tingkah laku anak dan tidak pernah melarangnya. Setiap keinginan anak semuanya dituruti tanpa memikirkan dampak negatif yang ditimbulkan di kemudian hari, akbatnya apabila keinginan anak tidak dituruti maka perilaku anak akan tampil dalam bentuk – bentuk kenakalan seperti melawan orang tua, merusak barang, dan lain sebagainya.
Sikap orang tua yang terlalu otoriter. Misalnya: terlalu keras, penuh dengan disiplin, tidak menghargai minat maupun kemauan anak. Selain itu tidak memberi kesempatan pada anak untuk mengembangkan kreativitasnya, dan lain sebagainya. Dengan demikian anak merasa dikekang, dalam situasi seperti ini seringkali anak malahan melawan dan melanggar aturan – aturan yang dianggap terlalu mengikat.
Sikap orang tua yang mengalah pada keinginan anak. Sebenarnya orang tua bersikap demikian karena adanya perasaan bersalah dalam diri mereka, mereka takut kalau-kalau kasih sayang terhadap anaknya berkurang (misalnya: orangtua yang terlalu sibuk di luar rumah). Untuk menutupi kekurangannya itu, orang tua cenderung mengabulkan semua keinginan anak sehingga hal itu memberikan kesempatan bagi anak untuk banyak menuntut dan berkelakuan semaunya.
Sikap orang tua yang membiarkan, misalnya: orangtua yang terlalu sibuk dengan pekerjaannya sehingga tidak memperhatikan kebutuhan anak, Dalam usaha mencari perhatian dan kasih sayang orang tuanya, anak mungkin melakukan tingkah laku yang menyimpang dari aturan yang berlaku, melanggar perintah orang tua, melawan guru, melakukan penyalah gunakan narkotika, merokok dan lain sebagainya.
Sikap orang tua yang tidak tegas dalam mendisiplinkan anak. Jika orang tua tidak tegas dalam mengajarkan tentang apa yang salah dan apa yang benar, yang baik dan yang tidak boleh dilakukan anak, tentu akan membuat anak menjadi bingung. Apalagi kalau sesuatu yang dilarang justru dilakukan sendiri oleh orang tua, maka dalam kebingungannya itu anak akan mengambil sikap melawan aturan-aturan yang sudah ditetapkan orang tua.
2. Lingkungan Keluarga
Suasana keluarga yang penuh dengan kekerasan seperti KDRT atau Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Sikap seorang ayah yang sering memukul sang ibu akan memicu perilaku anak untuk bertindak arogan dan semaunya dalam lingkungan keluarga dan di dunia masyarakat.
Suasana yang penuh dengan pertengkaran, antara bapak dengan ibu, pertengkaran antara sesama antara anggota keluarga dapat menyebabkan anak tidak mendapatkan rasa aman dalam dirinya sehingga mengambil jalan pintas dengan cara pergi keluar rumah untuk mencari penyaluran, apabila jalan pintasnya kepada hal – hal yang negatif maka itu akan berpengaruh pada tingkah laku anak.
Keadaan lingkungan yang tidak tetap dalam membesarkan anak, misalnya karena perceraian orang tua, orang tua yang sering berpindah – pindah tempat tinggal karena mutasi kerja dari perusahaan di tempat orang tua bekerja biasanya secara otomatis anak akan ikut pindah sekolah juga. Hal ini dapat memicu rasa jengkel pada anak karena penyesuaian lingkungan baru lagi.
Hubungan di lingkungan masyarakat. Pergaulan yang kurang baik dengan teman – teman atau orang – orang dewasa yang memiliki perilaku yang menyimpang di sekitarnya membuat anak ikut – ikutan berperilaku yang tidak baik seperti merokok, main judi online, mengikuti komplotan para pencuri mencuri,mengkonsumsi narkoba dan lain sebagainya.
SOLUSI UNTUK MENGATASI MASALAH KENAKALAN PADA ANAK
Orang tua harus mengerti prinsip – prinsip yang mendasari semua peraturan yang berlaku di dalam kehidupan ini seperti segala sesuatu yang dibiarkan akan merusak apa yang dibiarkan kan tersebut, bprinsip bisa karena biasa, prinsip apa yang ditabur itu yang dituai dan masih banyak lagi azas – azas kebenaran yang harus diketahui oleh orang tua. Orang tua harus mengerti analogi sebuah batang pohon. Kita tidak akan mengalami kesulitan untuk membentuk arah dan posisi batang suatu pohon di saat masih kecil, sebaliknya, adalah sesuatu yang mustahil membentuk arah dan posisi batang suatu pohon sesuai dengan kemauan kita bila batang sudah terlanjur besar.
Menanamkan aturan-aturan atau nilainilai moral pada anak harus disesuaikan dengan daya penerima si anak. Hal ini karena pemahaman anak mengenai moral ditentukan pula oleh perkembangan kognitifnya.
Misalnya: pada anak balita (berusia di bawah 5 tahun) pengertian mereka mengenai moral hanyalah melalui hukuman dan pujian. Jadi, apabila tingkah lakunya baik lalu dipuji, anak akan merasa senang, dan tingkah laku yang menyenangkan akan cenderung diulang-ulang oleh si anak. Sebaliknya, tingkah laku yang tidak diharapkan dapat diberikan hukuman atau dihambat.
Oleh karena itu, apabila kita ingin memberikan penjelasan kepada anak kecil (usia balita), haruslah secara berulang kali dan diberitahukan secara jelas/konkrit. Jangan baru memberitahukan kepada anak satu kali lalu mengharap anak akan segera mengerti dan melakukan apa yang kita inginkan. Orangtua harus rajin merangsang anak untuk berbuat baik, dan tegas dalam menerapkan disiplin/aturan, agar nilai-nilai moral yang tertanam dalam diri anak akan berkembang dengan baik, semenjak usia dini. Biasanya pada waktu anak berusia lebih dari 6 tahun, diharapkan anak sudah dapat mengerti secara jelas norma-norma mana yang baik dan mana yang buruk.
Orangtua sedapat mungkin untuk terus berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan anak semaksimal mungkin, sehingga kalau kebutuhannya telah terpenuhi, anak tidak lagi mericari-cari perhatian dengan menunjukkan tingkah laku kenakalan. Penting pula bagi orang tua memberikan suasana yang menyenangkan, bersikap bijaksana dan to
leran kepada anak. | 3, Menghadapi anak “nakal” yang memuliki taraf kecerdasan tinggi, maka harus dapat memenuhi rasa ingin tahunya yang besar dengan penyaluran yang tepat. Karena anak begitu cepat menyelesaikan tugas-tugas sekolahnya, maka “sisa waktu” yang ada dapat diisi dengan berbagai macam kegiatan yang positif, misalnya dengan bermain, memberikan pengetahuan praktis, mengembangkan bakat, dan sebagainya. Sedangkan menghadapi anak “nakal” yang memiliki taraf kecerdasan rendah, dapat diberikan pengertian/petunjuk secara berulang-ulang kali sehingga anak dapat memahaminya.
KESIMPULAN :
Nakal adalah perbuatan anak yang seringkali menjengkelkan orangtua, merupakan perbuatan yang melanggar atau tidak sesuai dengan aturan yang berlaku di lingkungannya. Dalam hal ini sejauh mana pemahaman anak akan aturan baik dan buruk (moral) menentukan tingkat kenakalan anak, dan pemahaman anak mengenai moral dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Tingkat perkembangan kognitif anak.
b. Kebutuhan anak.
c. Sikap orangtua.
d. Keadaan lingkungan yang kurang menguntungkan bagi perkembangan anak.
Dengan memahami faktor-faktor penyebab, diharapkan orangtua dapat lebih mengenal tingkat kenakalan anak. Apakah kenakalan itu masih bersifat SEMU atau sudah menjurus ke arah kenakalan yang SEBENARNYA? Sehingga masalah kenakalan anak dapat diatasi dengan tepat dan sedini mungkin.